Jumat, 13 November 2015
ENAM KEISTIMEWAAN AL-QUR’AN
Dengan menyebut nama Alloh yang telah menganugerahi saya nikmat iman, sehat serta akal pikiran sehingga membuat ide saya mewujud dalam tulisan yang karena keterbatasan saya masih jauh dari sempurna.
Segala puji syukur bagi Alloh karena saat tulisan ini dibuat, akhirnya saya selesai juga menyetor hafalan juz 30 ditambah Al-Waqi’ah. Hehe.. Kalau temen-temen yang lain sudah mulai merapal Al-Qolam, Al-Haqqoh dan bahkan ada yang hampir selesai dengan juz 29 nya, saya baru mulai dengan Al-Mulk..*shy*
Tapi tak apa, selama Alloh masih beri semangat menggebu, saya tak akan habis asa. Jadi tulisan inipun saya tulis sebagai wujud syukur karena Alloh tumbuhkan rasa cinta pada Al-Qur’an.
Bersumber dari beberapa kajian ilmu, maupun literatur yang pernah saya baca, setidaknya ada ENAM KEISTIMEWAAN Al-QUR’AN yang berhasil saya gali.
1. AL-QUR’AN DITURUNKAN OLEH ALLOH DAN LANGSUNG DIPELIHARA OLEH-NYA.
Tidak ada keraguan dari pada Al-Qur’an (Al-Baqarah :2) karena Alloh sendiri yang memeliharanya. Hal ini difirmankan Alloh dalam Surah Al-Hijr ayat 9, “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.
Salah satu cara Alloh menjaga Al-Qur’an adalah menjadikannya mudah dihafal sehingga saat ini ada ribuan Muslim di berbagai belahan dunia yang menjadi penghafal Al-Qur’an dan Hafidzul Qur’an.
Hafidzul Qur’an berarti penjaga Al-Qur’an. Mereka tak sekedar menjadi penghafal setiap lafadz Al-Qur’an, tetapi penjaga agar terhindar dari pemalsuan, penambahan, pengurangan ayat-ayatnya. Sebuah amanah dan prestasi besar tentunya. Merekalah tali-tali Alloh, karena melalui mereka, Alloh menjaga keaslian Al-Qur’an tetap terjaga. Jika ada satu ayat saja yang diubah, bisa dibayangkan para Hafidzul Qur’an ini tentu akan berontak.
2. KALAM AL-QUR’AN BEBAS DARI CAMPUR TANGAN MANUSIA, APALAGI SYETAN.
Untuk membuktikan keaslian Al-Qur’an, selain Alloh menjanjikan penjagaan atas Al-Qur’an adalah bahwa Al-Qur’an terjaga dari campur tangan manusia, apalagi syetan.
Dalam Al-Haqqoh ayat 41, “Dan Al Qur’an itu bukanlah perkataan seorang penyair.” Sedangkan dalam ayat 44 “Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami”.
Jika Muhammad sebagai Rosulullah saja dinyatakan Alloh tidak memiliki campur tangan atas Kalam Ilah ini, apalagi kita manusia biasa?
Bahkan Alloh memberi tantangan bagi siapa saja yang bisa membuat tandingan Al-Qur’an sebagaimana yang terfirman dalam Surat Al-Hijr ayat 9 “… Katakanlah (Muhammad): “(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar.”
Begitu juga dalam Surat Yunus ayat 37-38, “Tidaklah mungkin Al Qur’an ini dibuat oleh selain Allah… Atau (patutkah) mereka mengatakan: “Muhammad membuat-buatnya.” Katakanlah: “(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”
Jelas bukan? Tak akan ada seorangpun termasuk Musailamah Al Kadzab yang mampu membuat tandingan Alqur’an, walaupun surat pendek seperti Al-Fiil yang coba dipalsu olehnya.
Selain itu, campur tangan syetan pun tak ada. Sebagaimana termaktub dalam At-Takwir ayat 25 “Dan Al Qur’an itu bukanlah perkataan syaitan yang terkutuk”.
3. BERSIFAT PEMBENAR DARI KITAB-KITAB SEBELUMNYA
Hal ini dijabarkan Alloh dalam Surat Al-Maidah ayat 48 “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu”.
Dalam Surat Yunus ayat 37 juga dijabarkan, “Tidaklah mungkin Al Qur’an ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Qur’an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.” *Ya Alloh saya merinding*
dan juga ada dalam Surat Yusuf ayat 111 “Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.”
Ada juga dalam Surat Al-Ahqof ayat 12 “Dan sebelum Al Qur’an itu telah ada kitab Musa sebagai petunjuk dan rahmat. Dan ini (Al Qur’an) adalah kitab yang membenarkannya dalam bahasa Arab untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang dzalim dan memberi kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Artinya apa? Sudah diketahui bersama bukan bahwa kitab sebelum Al-Qur’an adalah Zabur, Taurat dan juga Injil. Dan dari kesemua isi dalam kitab-kitab terdahulu tersebut, hal-hal yang dibenarkan oleh Alloh (baik aqidah, muamalah, tauhid) akan dituangkan lagi dalam Al-Qur’an untuk menjadi peringatan dan petunjuk manusia.
4. BERSIFAT NASAKH ATAU PENGHAPUS KETENTUAN DARI KITAB-KITAB SEBELUMNYA
Hal ini difirmankan Alloh dalam Surat Ar-Ra’du ayat 38- 39” … Bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu). Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki). Dalam Surat Al-Maidah ayat 48 juga disebutkan“…batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu.”
Dengan kata lain, Alloh menghapuskan ketentuan yang dikehendaki dalam kitab sebelum Al-Qur’an di dalam Al-Qur’an.
5. DITURUNKAN DALAM BAHASA ARAB DAN BERULANG-ULANG
Al-Qur’an dituliskan dalam Bahasa Arab dijelaskan dalam Al-Qur’an dalam beberapa ayat secara berulang-ulang, di antaranya QS 12:2, 13:37, 16:103, 20:113, 26:195, 39:28, 41:3, 43:3, 44:58 dan 17:89.
Dalam QS Taha (20:113) juga difirmankan Alloh,” Dan demikianlah Kami menurunkan Al Qur’an dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) Al Qur’an itu menimbulkan pengajaran bagi mereka.”
Sedangkan alasan Alloh mengulang beberapa ketentuan, perintah maupun larangan untuk menjadi penegasan dan menjadikan manusia berpikir atas peringatan tersebut.
Bahasa Arab dipilih oleh Allah karena merupakan bahasa manusia, dan karena Rosul adalah seorang Arab.
Dalam Surat Fushilat ayat 44 difirmankan Alloh “Apakah (patut Al Qur’an) dalam bahasa asing, sedang (rasul adalah orang) Arab?” Mengenai hal inipun, salah seorang guru saya pernah berpendapat bahwa Bahasa Arab adalah bahasa yang istimewa dimana satu kata, dengan jumlah orang yang melakukan, dan juga waktu kejadian berbeda memiliki kosa kata bahasa Arab yang berbeda juga. Selain itu, Beliau juga berpendapat bahwa kaum Arab cukup bagus dalam menghafal, maka bisa jadi itu menjadi salah satu alasan. Wallahu a’lam.
Mengenai bahasa Al-Qur’an, tidak hanya bahasa Arab biasa atau bahkan bahasa ‘ajam (Bahasa kasar yang digunakan Arab Badui) yang digunakan. Bahasanya istimewa. Maka dari itu, ada ilmu Nahwu dan Sharaf yang digunakan untuk mempelajari bahasa Al-Qur’an. Bahkan, perbedaan tanda baca setiap kata (fathah, kasroh, dhlommah, tanwin) bisa jadi memiliki arti kata yang berbeda.
Contoh istimewanya bahasa Al-Qur’an ini ada dalam ayat yang juga diulang-ulang dalam Al-Baqoroh: 34, Al-A’raf: 11, Al-Isra’: 61, Al-Kahf: 50, Taha: 116.
Coba deh, buka salah satu, misal Al-Baqoroh ayat 34. Termaktub “Waidzqulnaa lilmalaaikati sjuduu Liaadama fasajaduu illaa iblisa” yang artinya “Dan ingatlah ketika kami berfirman kepada para malaikat, ”Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka mereka pun sujud kecuali Iblis.” Di akhir kata “Iblis”, tanda baca (I’rab) nya adalah Manshub untuk Mufrad (Tunggal), yaitu fathah (a), padahal jika ia berdiri sendiri (tidak dalam kalimat), tanda baca mufrad adalah dlommah(u). Mengapa demikian?
Dalam ilmu nahwu, ketentuan ini disebut Mustatsna jenisnya Taam Manfiiy (ada 3 jenis Mustatsna). Al-Mutstasna adalah Ism Manshub yang berada setelah kata Illaa (Kecuali). Ism Mansubh tersebut adalah obyek pengecualian. Oiya ism artinya adalah kata benda. Sedangkan jenis Taam Manfiy digunakan untuk kalimat sempurna dan negatif. Hukum I’rob nya boleh memilih salah satu di antara dua:
a. Sesuai hukum asli Mustatsna. Dalam hal ini untuk Mufrad (Tunggal), yaitu fathah (a) atau;
b.Ikut Ism Minhu nya. Dalam hal ini adalah malaaikati yang punya I’rob Majrur untuk Mufrod, yaitu kasroh (i).
Akan tetapi yag dipilih adalah hukum ASLI mustatsna yaitu manshub, tidak mengikuti ism minhu-nya. Sehingga di ayat tersebut ditulis Iblisa, BUKAN Iblisi.
Dosen Nahwu di kelas saat itu, berpendapat, bahwa iblis dihukumi hukum asli mustatsna (manshub), dan tidak ikut ism minhu nya karena Iblis tidak dianggap satu golongan dengan malaikat. Iblis dianggap berbeda karena Iblis inkar, sedangkan malaikat taat kepada Alloh.
Subhanalloh.. perbedaan tanda baca ternyata mempunyai makna mendalam. Ini baru satu contoh. Tentunya masih banyaaaak lagi yang saya pun masih harus banyaaak belajar.
6. BERLAKU UNTUK SELURUH UMAT MANUSIA
Berbeda dengan Taurat yang berlaku untuk umat nabi Musa dan Harun saja, Kitab Zabur untuk kaum Nabi Daud, Al-Qur’an merupakan kitab yang berlaku untuk seluruh umat manusia. Sepanjang masa dan di belahan bumi manapun.
Hal ini dibuktikan dalam kalam Ilahi pada Surat Al-Furqon ayat 1, “Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam”.
Kira-kira itulah enam keistimewaan Al-Qur’an menurut pemikiran saya. Dan tentunya masih banyak lagi jika dikaji dan digali lebih dalam.
Yang jelas, Al-Qur’an adalah best book ever, yang ketika membacanya bisa menciptakan lompatan-lompatan dalam hati atau bahkan menangis haru. Maklum, penulis, editor nya adalah Alloh sendiri.
Wallahu a’lam bisshowab.
Kesempurnaan hanya milik Alloh. Kekurangan, keterbatasan adalah milik saya
Jumat, 06 November 2015
8 PINTU SURGA MEMANGGIL ABU BAKAR

Setiap orang tahu, kehidupan dunia ini hanyalah sementara. Walaupun.. tidak setiap orang menyadarinya. Akhir hayat yang indah selalu jadi dambaan. Walaupun.. yang mendambakan kadang tidak mengusahakan. Dan kita semua menginginkan surge. Tahukah Anda bagaimana gambaran surga itu?
Surga selalu jadi cerita indah. Penghuninya duduk-duduk di dipan bertahtakan emas. Bertelekan berpandangan dengan kekasih. Mereka dilayani anak-anak muda; membawa gelas, cerek, dan minuman dari sungai-sungainya. Buah-buahannya landai mendekat. Daging-daging jadi hidangan lezat untuk disantap. Kekasih mereka adalah bidadari yang terjaga. Bagaikan intan dan mutiara. Usia bidadari itu sebaya dan penuh cinta. Di dunia manusia lelah dengan pertengkaran dan keributan. Alangkah damainya surga, karena para penghuninya tidak pernah mendengar ucapan yang sia-sia. Tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa.
Di surga, ada pohon bidara tak berduri. Dan pohon pisang yang buahnya tersusun rapi. Ada naungan yang terbentang luas. Ada aliran sungai yang tercurah. Buah-buahannya banyak, tidak terhenti, tidak mengenal musim. Kasur-kasurnya tebal lagi empuk. Itulah balasan bagi mereka golongan kanan. Mereka yang berbuat kebajikan semasa hidup di dunia.(1)
Aah.. betapa indahnya surga.. Mudah-mudahan Allah anugerahkan kita untuk memasukinya.
Surga yang indah dan damai itu memiliki delapan pintu. Nabi kita ﷺ telah mengabarkan tentang hal itu.
عن عبادة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “مَنْ قَالَ: أَشْهَدُ أَنّ لاَ إِلَهَ إِلاّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَنّ مُحَمّدا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنّ عِيسَىَ عَبْدُ اللّهِ وَابْنُ أَمَتِهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ، وَأَنّ الْجَنّةَ حَقّ، وَأَنّ النّارَ حَقّ، أَدْخَلَهُ الله مِنْ أَيّ أَبْوَابِ الْجَنّةِ الثّمَانِيَةِ شَاءَ”.
Dari Ubadah, Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang bersaksi tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan tiada sekutu bagi-Nya, Muhammad adalah hamba dan utusan Allah, Isa adalah hamba Allah dan anak dari ibunya (Maryam), ia adalah kalimat dan Ruh dari-Nya yang Dia sampaikan kepada Maryam, bersaksi bahwa surga benar adanya, dan neraka benar adanya, maka Allah akan masukkan dia dari delapan pintu surga yang mana saja yang Dia kehendaki.” (HR. Bukhari).
Apa Saja Delapan Pintu Itu?
Delapan pintu surga itu adalah: (1) Pintu Shalat, (2) Pintu Sedekah, (3) Pintu Jihad, (4) Pintu Rayyan, (5) Pintu al-Ayman, (6) Pintu al-Kazhimina al-Ghaizha wa al-Afina ‘an an-Nas. Mengenai pintu sisanya para ulama berbeda pendapat. Pendapat-pendapat mereka didasarkan pada isyarat dari nash syariat. Yaitu: Pintu Taubat, Pintu Dzikir, Pintu Ridha, Pintu Ilmu, atau Pintu Haji.
Setiap pintu ini akan memanggil orang-orang yang memiliki keistimewaan dalam amalan tersebut. Barangsiapa yang banyak melaksanakan shalat, selain yang wajib, maka pintu shalat akan memanggilnya. Demikian juga dengan pintu-pintu yang lain. Hanya orang-orang yang amalannya istimewa dan luar biasa yang akan dipanggil dari pintu-pintu tersebut.
Dalil dari nama-nama pintu tersebut adalah sabda Nabi ﷺ:
Nama pintu pertama sampai yang keempat terdapat dalam hadits:
عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: من أنفق زوجين في سبيل الله نودي من أي أبواب الجنة يا عبد الله هذا خير، فمن كان من أهل الصلاة دعي من باب الصلاة، ومن كان من أهل الجهاد دعي من باب الجهاد، ومن كان من أهل الصيام دعي من باب الريان، ومن كان من أهل الصدقة دعي من باب الصدقة.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang menginfakkan hartanya di jalan Allah, niscaya ia akan dipanggil dari pintu-pintu surga: ‘Wahai hamba Allah, ini adalah kebaikan. Barangsiapa termasuk orang yang giat mengerjakan shalat, ia akan dipanggil dari pintu shalat. Barangsiapa termasuk orang yang berjihad, ia akan dipanggil dari pintu jihad. Barangsiapa termasuk orang yang rajin berpuasa, ia akan dipanggil dari pintu ar-Rayyaan. Dan barangsiapa termasuk orang yang gemar bershadaqah, maka ia akan dipanggil dari pintu shadaqah”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Setelah sepakat dengan nama-nama empat pintu surga di atas, para ulama berbeda pendapat tentang nama-nama berikutnya
Nama pintu kelima terdapat dalam hadits:
عن أبي هريرة في حديث شفاعة النبي صلى الله عليه وسلم وفيه: فيقال: يا محمد أدخل الجنة من أمتك من لا حساب عليه من باب الأيمن من أبواب الجنة، وهم شركاء الناس فيما سوى ذلك من الأبواب.
Dari Abu Hurairah, dalam hadits tentang syafaat Nabi ﷺ dikatakan, “Wahai Muhammad, suruhlah umatmu (yaitu) orang-orang yang tidak dihisab untuk masuk ke dalam surga melalui pintu al-Ayman yang merupakan di antara pintu-pintu surga. Sedangkan pintu-pintu yang lain adalah pintu surga bagi semua orang”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Nama pintu keenam terdapat dalam hadits:
عن الحسن مرسلاً: إن لله باباً في الجنة لا يدخله إلا من عفا عن مظلمة.
Dari al-Hasan secara mursal, “Sesungguhnya Allah memiliki sebuah pintu di surga, tidaklah yang masuk melaluinya kecuali orang-orang yang memaafkan kezaliman.” (HR. Ahmad).
Kemudian nama pintu berikutnya ada yang mengatakan adalah Pintu Haji dikarenakan haji termasuk ibadah yang agung dan bagian dari rukun Islam. Kemudian Pintu Dzikir atau Pintu Ilmu atau Pintu Taubat. Al-ilmu ‘indallah..
Delapan Pintu Surga Memanggil Abu Bakar
Tidak diragukan lagi, Abu Bakar adalah sahabat Nabi ﷺ yang paling mulia. Ia adalah manusia paling mulia setelah para nabi dan rasul. Umat Muhammad ﷺ yang paling dalam ilmunya, paling kuat tekadnya dalam berjihad, paling bertakwa, dan paling banyak amalannya.
Abu Bakar adalah orang yang paling banyak sedekahnya.
Dari Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu:
“Rasulullah ﷺ memerintahkan kami untuk bersedekah, maka kami pun melaksanakannya. Aku berkata: ‘Semoga hari ini aku bisa mengalahkan Abu Bakar’. Aku pun membawa setengah dari seluruh hartaku. Sampai Rasulullah ﷺ bertanya, ‘Wahai Umar, apa yang kau sisakan untuk keluargamu?’ Kujawab, ‘Semisal dengan ini’. Lalu Abu Bakar datang membawa seluruh hartanya. Rasulullah ﷺ lalu bertanya, ‘Wahai Abu Bakar, apa yang kau sisakan untuk keluargamu?’ Abu Bakar menjawab, ‘Ku tinggalkan bagi mereka, Allah dan Rasul-Nya’. Umar berkata, ‘Demi Allah, aku tidak akan bisa mengalahkan Abu Bakar selamanya’.” (HR. Tirmidzi).
Abu Bakar adalah orang yang dalam ilmunya dan teguh dalam berjihad. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata,
“Ketika Nabi ﷺ wafat, dan Abu Bakar menggantikannya. Banyak orang yang kafir dari bangsa Arab. Umar berkata: ‘Wahai Abu Bakar, bisa-bisanya engkau memerangi manusia padahal Rasulullah ﷺ bersabda, aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan laa ilaaha illallah. Barangsiapa yang mengucapkannya telah haram darah dan jiwanya, kecuali dengan hak (jalan yang benar). Adapun hisabnya diserahkan kepada Allah?’
Abu Bakar berkata, ‘Demi Allah akan kuperangi orang yang membedakan antara shalat dengan zakat. Karena zakat adalah hak Allah atas harta. Demi Allah jika ada orang yang enggan membayar zakat di masaku, padahal mereka menunaikannya di masa Rasulullah ﷺ, akan kuperangi dia’. Umar berkata, ‘Demi Allah, setelah itu tidaklah aku melihat kecuali Allah telah melapangkan dadanya untuk memerangi orang-orang tersebut, dan aku yakin ia di atas kebenaran’.” (HR. Bukhari dan Mulim).
Abu Bakar adalah seorang yang pemaaf. Diriwayatkan dari Abu Darda radhiallahu ‘anhu, ia berkata,
“Aku pernah duduk di sebelah Nabi ﷺ. Tiba-tiba datanglah Abu Bakar menghadap Nabi ﷺ sambil menjinjing ujung pakaiannya hingga terlihat lututnya. Nabi ﷺ berkata, ‘Sesungguhnya teman kalian ini sedang gundah’.
Lalu Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, antara aku dan Ibnul Khattab terjadi perselisihan, aku pun segera mendatanginya untuk meminta maaf, kumohon padanya agar memaafkan aku namun dia enggan memaafkanku, karena itu aku datang menghadapmu sekarang’.
Nabi ﷺ lalu berkata, ‘Semoga Allah mengampunimu wahai Abu Bakar (sebanyak tiga kali)’. Tak lama setelah itu Umar menyesal atas perbuatannya, dan mendatangi rumah Abu Bakar sambil bertanya, ‘Apakah di dalam ada Abu Bakar?’ Namun keluarganya menjawab, tidak. Umar segera mendatangi Rasulullah ﷺ. Sementara wajah Rasulullah ﷺ terlihat memerah karena marah, hingga Abu Bakar merasa kasihan kepada Umar dan memohon sambil duduk di atas kedua lututnya, ‘Wahai Rasulullah, demi Allah sebenarnya akulah yang bersalah (sebanyak dua kali)’. Maka Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Sesungguhnya ketika aku diutus Allah kepada kalian, ketika itu kalian mengatakan, ‘Engkau pendusta wahai Muhammad’. Sementara Abu Bakar berkata, ‘Engkau benar wahai Muhammad’. Setelah itu dia membelaku dengan seluruh jiwa dan hartanya. Lalu apakah kalian tidak jera menyakiti sahabatku? (sebanyak dua kali)’. Setelah itu Abu Bakar tidak pernah disakiti’.” (HR. Bukhari).
Ketika mendengar Rasulullah ﷺ mengbarkan tentang pintu-pintu surga, Abu Bakar radhiallahu ‘anhupun menanggapi, “Wahai Rasulullah, Tidaklah sulit bagi seseorang untuk dipanggil dari satu pintu itu. Adakah orang yang dipanggil dari semua pintu itu?”
Nabi ﷺ menjawab, “Ada. Dan aku berharap engkau termasuk dari mereka wahai Abu Bakar.” (HR. Bukhari, No. 3666).
Subhanallah… Abu Bakar mengganggap mudah bagi seseorang untuk dipanggil dari satu pintu surga. Beliau mengucapkan ini bukan karena sombong dan menganggap remeh. Namun itulah standar beliau. Menurut Abu Bakar, apabila seseorang hanya fokus pada satu amalan saja dalam mengisi hari-hari kehidupannya, maka itu adalah hal mudah. Seseorang yang fokus hanya memperbanyak ibadah shalat saja, atau sedekah saja, atau puasa saja. Itu adalah sesuatu yang ringan dalam pembagian waktunya menurut Abu Bakar. Sehingga beliau bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang yang lebih hebat lagi. Tentang yang lebih tinggi lagi kedudukannya. Dan ternyata beliau adalah orangnya. Nabi ﷺ langsung yang mengabarkan kepadanya.
Semoga Allah ﷻ mengumpulkan kita bersama Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya di surga kelak.
Ket:
(1) Gambaran surga yang terdapat dalam surat al-Waqi’ah
(1) Gambaran surga yang terdapat dalam surat al-Waqi’ah
Sumber:
– Utsaimin, Muhammad bin Shaleh. 1433 H. Syarh Riyadush Shalihin. Riyadh: Madar al-Wathan li an-Nasyr.
– Asma Abwab al-Jannah wa Abwab an-Nar: http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=17317
– Utsaimin, Muhammad bin Shaleh. 1433 H. Syarh Riyadush Shalihin. Riyadh: Madar al-Wathan li an-Nasyr.
– Asma Abwab al-Jannah wa Abwab an-Nar: http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=17317
Senin, 17 Maret 2014
Senin, 17 Februari 2014
Cara Efektif Menghafal Hadits
Oleh: Syeikh Abdul Karim Al-Khudhair
Menghafal hadits merupakan sebuah keharusan terutama bagi para penuntut ilmu dien. Karena pada umumnya ilmu-ilmu yang ada tidak bisa dikuasai kecuali dengan cara dihafal. Dalam menghafal hadits kemampuan setiap orang berbeda-beda. Ada orang yang sangat mudah menghafal, sebaliknya ada orang yang sangat susah menghafal, dan ada juga yang kemampuannya menghafal sedang-sedang saja.
Bagi orang-orang yang mempunyai kesulitan dalam menghafal hadits biasanya mereka menghafal dengan menggunakan metode yang banyak digunakan baru-baru ini. Dimulai dari menghafal hadits-hadits kitab Arba’ain, kemudian kitab ‘Umdatul Ahkam, kemudian kitab Bulughul Maram atau Al-Muharrar. Setelah itu dilanjutkan pada kitab-kitab besar seperti kitab Imam Bukhari kemudian Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I, Ibnu Majah lalu kitab-kitab hadits yang lain.
Ada juga yang menghafal dengan metode yang mulai banyak digunakan di kalangan penuntut ilmu. Mereka mulai menghafal dari hadits-hadits Bukhari tanpa menghafal sanad-sanadnya yang panjang. Hal ini dirasa lebih efektif karena langsung menghafal matan haditsnya sebagai tujuan utama. Kemudian menghafal hadits-hadits tambahan lainnya dari kitab Muslim, lalu kitab Abu Dawud dan tambahan dari kitab-kitab lainnya.
Metode menghafal seperti ini dirasa lebih efektif, terutama bagi mereka yang mempunyai kesulitan dalam menghafal hadits-hadits dengan cara-cara biasa –semoga Allah memberikan balasan dan pahala bagi pencetus metode yang efektif ini–. Dengan metode seperti ini, kesulitan menghafal hadits yang selalu membayangi para penuntut ilmu sejak dulu sedikit demi sedikit mulai hilang.
Bagi para penuntut ilmu yang mempunyai kesulitan dalam menghafal hadits, disarankan untuk menggunakan cara ini. Meskipun pada umumnya jika sesuatu cepat dihafal maka cepat hilangnya juga, tetapi setidaknya dengan muroja’ah dan mengulang terus hafalan yang ada, maka hal ini tidak perlu dikawatirkan.
Selanjutnya adalah tentang bagaimana memahami penjelasan dari hadits-hadits yang sudah dihafal. Pada masa awal-awal belajar, seorang penuntut ilmu dituntut untuk menghafal hadits sebanyak-banyaknya, karena nantinya seorang penuntut ilmu akan dituntut untuk memahami penjelasan dari hadits-hadits yang telah dihafalkan dengan bantuan kitab-kitab Syarh karangan para imam-imam Ahli hadits.
Bagi para penuntut ilmu yang hanya fokus pada hafalan hadits saja tanpa berusaha mempelajari penjelasannya, atau yang menjelaskan isi hadits tetapi salah, hendaknya meneladani ulama salaf. Bagaimana para ulama salaf menghafal hadits dan mempelajari isinya dengan pemahaman yang benar sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Untuk mempelajari penjelasan hadits bisa melalui kitab-kitab syarh hadits karangan Imam-imam yang mu’tabar yang sudah teruji kompetensinya secara ilmiyah. Seorang penuntut ilmu yang menghafal hadits-hadits sekaligus mempelajari penjelasannya akan memiliki pengetahuan yang luas tentang sunnah.
Usia manusia saat ini memang tidak panjang, sehingga tidak akan cukup untuk menyerap semua pengetahuan yang sangat banyak ini dengan sempurna. Terkadang sebagian orang menghabiskan waktunya hanya untuk menghafal hadits sebanyak-banyaknya tanpa mempelajari penjelasannya. Sebaliknya ada juga orang yang mempelajari penjelasan hadits tanpa disertai dengan menghafal haditsnya, karena perkataan sebagian orang bahwa tujuan dari mempelajari nash-nash adalah pemahaman terhadap isinya, bukan menghafalnya. Seperti inilah pola pikir mayoritas generasi saat ini.
Kita harus bersyukur hidup di zaman seperti sekarang ini. Sekarang ini pintu untuk menuntut ilmu dien terbuka lebar-lebar. Fasilitas-fasilitas yang mendukung untuk menuntut ilmu sudah sangat banyak dan mudah diakses. Maka hendaknya kita benar-benar menggunakan seluruh waktu dan potensi yang ada saat ini sebaik-baiknya, sebelum nanti disibukkan dengan kesibukan-kesibukan lainnya.
Sedikit kita renungkan, pada pertengahan abad dulu, menuntut ilmu adalah hal yang sangat susah. Kebanyakan orang terdahulu jika ingin menuntut ilmu selalu terbentur dengan berbagai hal, terutama dengan kehidupan mereka sendiri. Mereka harus memikirkan bagaimana bisa bertahan hidup, bisa makan, bisa berpakaian, bisa mempunyai tempat tinggal, sehingga tidak ada kesempatan untuk belajar ilmu pengetahuan lainnya. Sedangkan kita saat ini –Alhamdulillah— benar-benar dikarunia berbagai kemudahan untuk belajar. Fasilitas untuk menuntut ilmu tersebar di mana-mana.
Jadi, tidak ada alasan untuk bermalas-malasan lagi. Pergunakanlah waktu yang ada untuk belajar, untuk menghafal hadits sebanyak-banyaknya sekaligus mempelajari penjelasannya. Terlebih lagi bagi yang masih muda, karena usia ini adalah masa-masa keemasan untuk belajar dan menghafal. Sebelum usia semakin tua dan daya pikir semakin lemah.
Jadi, belajar yang benar adalah mempelajari Al-Qur’an dan As-Sunnah, dengan menghafal sekaligus mempelajari penjelasannya. Yang tidak kalah penting pula adalah mengulang-ulang mempelajari penjelasannya. Karena penjelasan nash-nash biasanya diuraikan secara panjang lebar, karena itulah butuh pengulangan. Sebagian kitab-kitab syarh hadits ada yang membutuhkan waktu dua tahun berturut-urut untuk memahaminya secara lengkap. Memang membutuhkan waktu yang lama dan kontinuitas yang tinggi. Karena begitulah para ulama terdahulu belajar.
Sayangnya, sebagian dari para penuntut ilmu mempelajari kitab-kitab syarh ketika sedang terdesak saja. Biasanya ketika sudah tidak bisa memahami arti dari suatu hadits, baru mereka membuka kitab-kitab syarh. Cara seperti ini kurang baik. Lebih baik jika membaca dan mempelajari kitab-kitab syarh secara lengkap sehingga seorang tholib mempunyai wawasan yang luas tentang kitab syarh yang ia pelajari. Jika sudah menguasai suatu kitab syarh, maka akan lebih mudah menyelesaikan berbagai persoalan. Inilah yang dinamakan menuntut ilmu. (Fayyadh)
sumber : http://www.alislamu.com/5650/cara-efektif-menghafal-hadits/
Langganan:
Postingan (Atom)